- Get link
- X
- Other Apps
- Get link
- X
- Other Apps
Oleh
Lucky Arif
Ptolomeus
adalah seorang ilmuwan dan fisikawan, yang penuh dengan pengetahuan ilmiah
tetapi ilmunya tak mempunyai pengaruh apapun terhadap arah zaman dan
masyarakatnya. Kalaupun Yunani memiliki seribu manusia seperti ini, kehidup
mereka akan tetap sama dengan kehidupan sebelumnya, bahkan akan lebih buruk,
karena Intelektual-intelektual semacam ini adalah konsumen malas yang memeras
sumber daya kaum petani. Yang diperlukan Yunani bukanlah filosof dan ilmuwan,
melainkan Ideolog yang aktif memperbaharui dan mengubah keadaan banyak
budak-budak malang yang paling menderita, walaupun Ideolog-ideolog itu hanyalah
budak atau orang awam kebanyakan. Asyik dengan pikirannya tentang rahasia penciptaan,
asal mula materi dan esensi, filosof tidak bisa mengabdikan diri untuk
memecahkan masalah-masalah sosial.
Tetapi
Rasul-Rasul selalu muncul untuk mengubah sejarah dan membuat sejarah, mengubah
masyarakat dan membangun masyarakat, memulai revolusi dan menciptakan revolusi;
oleh sebab itu Rasul-Rasul ini mesti dilihat secara terpisah dari para filosof,
ilmuwan, seniman dan orang kebanyakan. Ada legenda yg menceritakan bahwa,
ketika Rasul Islam lahir, api kuil di Fars berhenti membakar, puncak istana
Anushirawan retak, dan sungai Sava mengering. Orang awam cenderung menganggap
legenda tersebut benar2 terjadi, tetapi kaum Intelektual dan semi Intelektual
menolak hal tersebut dan menganggapnya sebagai dusta belaka. Ditafsirkan secara
simbolis, legenda tersebut mengandung makna sangat dalam dan relevan. Legenda
itu mempunyai makna bahwa kelahiran Nabi saw menandakan kekalahan kemewahan,
kekuatan dan kemunafikan dalam Agama - Muhammad saw adalah orang yang akan
muncul melawan simbol-simbol dunia kuno.
Tetapi
manusia macam apakah Rasulullah saw, Ibrahim as, Musa as dan Isa as ? Ibrahim
bukanlah apa-apa. Dia hanya seorang tukang kayu pemanggang yang menjual hasil
buatannya di pinggir jalan, kemudian menjadi penggembala. Pada akhirnya, orang
yang mempunyai asal-usul sederhana itu berubah menjadi kekuatan terbesar dalam
sejarah. Dia memperkenalkan sebuah keyakinan monoteistik yang kemudian menjadi
landasan dua Agama besar adalm sejarah: Islam dan Nasrani. Ibrahim adalah
seorang yatim piatu. Ketika ia dewasa ia pun berdagang, selanjutnya menjadi
nelayan tak dikenal yg mengembara pada tepian Laut Merah. Tetapi kemudian orang
yg sangat sederhana itu mulai mengubah arah sejarah manusia dan membimbing
peradaban untuk tumbuh dan berkembang dengan subur. Ibrahim bukanlah seorang
filosof, bukan pula intelektual yang hebat, tetapi ia terbukti telah memberi
pengaruh terbesar di dalam membentuk sejarah dunia Islam dan Nasrani.
Kemudian
Musa datang, serta mengikuti jalan Ibrahim dan agamanya. Sebagaimana Ibrahim,
Musa adalah seorang yatim piatu. Ia tumbuh dewasa dalam istana fir'aun dan
menyaksikan bagaimana umatnya diperlakukan secara brutal di mesir. Kemudian ia
melarikan diri dari istana dan memilih menjadi gembala jethro di padang pasir.
Tetapi kemudian kembali lagi untuk menyerang kekuatan fir'aun, menyandang
tongkat berulir dan mengenakan jubah kulit. Musa adalah seorang yang
berkeyakinan dan keyakinannya cukup kuat utk mengalahkan kekuatan besar
fir'aun. Kemenangan selalu berada pada pihak yang berkeyakinan, walaupun mungkin
jumlah orangnya terbatas. kekalahan seringkali menimpa pihak yang tidak
berkeyakinan, walaupun mungkin kekuatan mereka besar. Telah di janjikan dalam
Al-Quran bahwa Allah ada pada pihak yang lemah dan teraniaya. Al-Quran berkata
bahwa Allah tidak hanya akan mengasihi orang-orang yang lemah, tetapi Ia akan
memunculkan mereka dan menjadikan mereka ahli waris dan pemimpin dunia.
Kekuatan yang
membimbing orang-orang lemah untuk memenangkan pertempuran melawan orang2 yang
kuat adalah kekuatan keyakinan atau kekuatan Ideologi. Yang kuat mungkin saja
kejam, sangat berkuasa, dan mengusai seluruh dunia, tetapi mereka tidak dapat
memperdayakan kekuatan-kekuatan Keyakinan dan Ideologi. Sekarang ini,
gerakan-gerakan Ideologislah yang meruntuhkan banyak kekuatan-kekuatan di
dunia. Ideologi-ideologilah yang telah membangkitkan revolusi-revolusi dan
kepahlawanan yang agung muncul melawan sistem-sistem yang zalim dan
kekuatan-kekuatan yang menindas, yang telah membrutali umat manusia selama
berabad-abad. Dalam bentuknya yang aktif, ideologi bisa di pandang sebagai
suatu pencipta keajaiban atau Mahdi yang menghembuskan kekuatan pemberi
hidupnya kepada banyak bangsa-bangsa, suku-suku dan orang-orang yang tertindas.
Ideologi semacam itu bak terompet Israfil saja layaknya, yang mempercepat
kebangkitan mayat-mayat dari dalam kubur sejarah. Bagi banyak bangsa, ideologi
berarti gerakan, revolusi, hari kiamat dan kebangkitan-kebangkitan. Dan
kekuatan pembentuk di balik itu semua adalah para Raushanfikr dan Ideolog.
Gerakan-gerakan
besar yang dipimpin oleh para Nabi dari zaman prasejarah hingga abad Muhammad
saw, sebagai Rasul Allah yang terakhir, adalah gerakan-gerakan ideologis yang
bermaksud membimbing dan mencerahkan umat manusia. Para Nabi atau guru dari
semua keyakinan-keyakinan besar adalah juga para gembala dan pengerajin buta
huruf, dan mereka menjadi milik massa rakyat kebanyakan. Mereka datang untuk
membantu orang-orang tertindas dan lemah, tetapi mereka sering dipertentangkan
dan diantagoniskan terhadap kelas-kelas yang berkuasa pada zamannya. Nabi
bukanlah filosof, seniman, ilmuwan, atau penulis. Di masa Muhammad saw, di
arabia, ada tujuh kelas masyarakat: pedagang, penyair, orator dalam dua bahasa,
kaum pendatang lain, hakim (orang yang mempunyai keahlian berburu, memanah, dan
menyelam) dan juru cerita. Tetapi Nabi sendiri tidak termasuk salah satu dari
mereka; Ia adalah orang awam biasa yang tidak dapat membaca dan menulis. Tetapi
setelah Ia mempersenjatai diri dengan keyakinan baru, Ia pun menjadi juru
selamat generasinya, masyarakatnya, dan muncul sebagai Rasul baru untuk
mencerahkan manusia. Sehingga orang awam inilah yang muncul dari rakyat kebanyakan
dan menyampaikan ideologi-ideologi baru untuk menyelamatkan umat manusia yang
menderita.
Para Nabi
adalah ibarat bunga api yang dipijarkan oleh benturan batu; mereka menyandarkan
pikiran yang tumpul, membangkitkan semangat bagi kehendak dan gerakan pada abad
yang mati; mereka memacu getar, hidup dan darah pada urat2 orang yg lembam,
dalam pikiran, Agama dan ritus mereka; mereka datang untuk mengubah jalan
sejarah dan kemudian mengarahkannya menuju tujuan-tujuan lain. Mereka datang sebagai
penguasa yang lebih arif, pencipta dan pembentuk masyarakat baru. Sementara
penguasa, filosof-filosof, dan seniman-seniman justru menjilat, membenarkan,
menyenangkan, dan bekerja sama dengan kekuatan-kekuatan yang berkuasa di
zamannya, maka para Nabi datang dari rakyat jelata untuk membenarkan, membebasakan
dan menolong mereka.
Ideologi
kaum Raushanfikr sebelum era Nabi tumbuh dari rakyat kebanyakan, dari
penderitaan, rasa sakit dan kemelaratan mereka. Ideologi tersebut
memanifestasikan dirinya sebagai suatu risalah, atau suatu gerakan, atau suatu
perluasan dari suatu risalah masa lampau yang dihidupkan kembali untuk
mendorong orang-orang yang terlucuti bodoh dan lembam untuk bangkit serta
menuntut hak dan identitasnya. Tetapi, setelah zaman para Nabi, Ideolog baru
tesebut datang dari kelas-kelas pekerja dan kaum petani; ideolog tersebut
merupakan representasi dari rakyat jelata: individu yang terlucuti orang yang
buta huruf, pelajar, mahasiswa, guru, ilmuwan atau filosof. Ideolog baru
tersebut membentuk dirinya sendiri dari kebutuhan-kebutuhan dan ideal-ideal
rakyat kebanyakan; oleh sebab itu ia harus diarahkan pada rakyat kebanyakan.
Kelas terpelajar dapat menjadi titik awal yang paling efektif bagi
Ideologi-ideologi, tetapi orang-orang kebanyakanlah yang mewujudkanya dalam
tindakan, sehingga meraih sukses yang paripurna. Dengan alasan yang sama, pada
masa setelah kenabian, ia menjadi representasi dari rakyat kebanyakan,
pribadi-pribadi yang sangat sederhana tetapi berdedikasi, yang mampu
membangkitkan dan mencerahkan mereka dengan Ideologi-ideologi cermelang.
Dalam
memilih Ideologi yang responsif Ideologi yang dapat menempatkan dirinya untuk
semua kelas dalam masyarakat, kita-kita dapat menjadi titik awalnya, jika bukan
sebagai pelaksanaannya. Oleh sebab itu, terserah pada generasi muda kita untuk
memilih Ideologinya sendiri yang sesuai, karena generasi ini mesti berhenti
meniru Ideologi-ideologi Barat, yang di impor ke dalam masyarakat ini seperti
layaknya produk-produk kalengan dan paketan yang siap untuk di buka dan di
konsumsi; atau tidak seharusnya generasi ini mencoba bersikap membawahkan
dirinya pada tradisi-tradisi kesukuan dan kesejarahan yang tidak bersifat
Ideologis. Pada zaman kita ini , dengan ditempatkan di antara warisan sejarah
dan apa yg dipaksakan oleh Barat kepada kita, sebagai bagian dari generasi ini,
saya harus pula memilih Ideologi saya sendiri. Bagaimana? Dari wawasan dan
pengalaman serta Ideologi-ideologi dunia saat ini, dan dari unsur-unsur serta
material-material budaya dan Agama saya, dari ini semua saya akan menyarikan
dan memilih ramuan Ideologi saya sendiri dan di luar Ideologi tersebut saya
akan menyusun keyakinan baru yang membangkitkan bagi zaman saya yang lapar ini
dan bagi generasi saya yang tak berkeyakinan.
Dan pada
landasan pencarian inilah saya menemukan Islam, bukan Islam sebagai budaya yang
memacu kemunculan ahli-ahli teologi, melainkan Islam sebagai Ideologi yang
memacu kemunculan kaum mujahid, bukan di di sekolah-sekolah teologis, bukan
dalam tradisi masyarakat biasa, tetapi dalam jubah Abu Dzar!!
Comments
Post a Comment