- Get link
- X
- Other Apps
- Get link
- X
- Other Apps
Kepercayaan yang dianut suku
batak sebelum mengenal agama protestan dan islam adalah
kepercayaa bahwa alam semesta
beserta isinya diciptakan oleh Debata Mula Jadi Na Bolon dan bertempat tinggal
diatas langit, bahkan pada masyarakat daerah pedesaan belum meninggalkan
kepercayaan tercebut. mereka mempunyai system kepercayaan dan religi tentang
Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan diatas langit dan pancaran
kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
ü Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba
mengenal tiga konsep, yaitu : Debata Mula Jadi Na Bolon : bertempat tinggal diatas langit dan merupakan
maha pencipta;
ü Siloan
Na Bolon : berkedudukan sebagai penguasa dunia makhluk halus. Dalam hubungannya
dengan roh dan jiwa.
Orang Batak
mengenal tiga konsep yaitu :
1. Tondi (adalah jiwa atau roh seseorang yang
merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi
di dapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan
seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka
diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.)
2. Jiwa
3. Roh
4. Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang
dimiliki seseorang, semua orang memiliki tondi,tetapi tidak semua orang
memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki
para raja atau hula-hula.
5. .Begu : tondinya orang yang sudah mati, yang
tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu
malam. Orang batak juga percaya akan kekuatan sihir dari jimat yang disebut
tongkal.
Parmalim
Istilah Parmalim merujuk kepada penganut
agama Malim. Agama Malim yang dalam bahasa Batak disebut Ugamo Malim
adalah bentuk moderen agama asli suku Batak. Agama asli Batak tidak memiliki
nama sendiri, tetapi pada penghujung abad kesembilan belas muncul sebuah
gerakan anti kolonial. Pemimpin utama mereka adalah Guru
Somalaing Pardede. Agama Malim pada hakikatnya merupakan agama asli Batak,
namun terdapat pengaruh agama Kristen, terutama Katolik, dan juga pengaruh
agama Islam.
Agama ini tidak mengenal Surga atau sejenisnya,
sepeti agama umumnya, selain Debata Mula jadi Na Bolon (Tuhan YME) dan
Arwah-arwah leluhur, belum ada ajaran yang pasti reward atau punisnhment atas
perbuatan baik atau jahat, selain mendapat berkat atau dikutuk menjadi miskin
dan tidak punya turunan. Tujuan upacara agama ini memohon berkat Sumangot dari
Debata Mula jadi Na bolon (Tuhan YME), dari Arwah-arwah leluhur, juga dari
Tokoh-tokoh adat atau kerabat-kerabat adat yang dihormati, seperti Kaum
Hula-hula (dari sesamanya). Agama ini lebih condong ke paham Animisme. Agama
ini bersifat tertutup, masih hanya untuk suku Batak, karena upacara ritualnya
memakai bahasa Batak, dan setiap orang harus punya marga, tidak beda dengan
agama-agama suku-suku animisme dibelahan bumi lainnya, sifatnya tidak
universal.
Tuhan dalam kepercayaan Malim adalah "Debata
Mula Jadi Na Bolon" (Tuhan YME) sebagai pencipta manusia, langit, bumi dan
segala isi alam semesta yang disembah oleh "Umat Ugamo Malim"
("Parmalim"). Agama Malim terutama dianut oleh suku Batak Toba di
provinsi Sumatera Utara. Sejak dahulu kala terdapat beberapa kelompok Parmalim
namun kelompok terbesar adalah kelompok Malim yang berpusat di Huta Tinggi,
Kecamatan Lagu Boti, Kab. Toba Samosir. Hari Raya utama Parmalim disebut Si
Pahasada (yaitu '[bulan] Pertama') serta Si Pahalima (yaitu '[bulan] Kelima)
yang secara meriah dirayakan di kompleks Parmalim di Huta Tinggi.
Masuknya Agama Islam Di Tanah Batak
Pada abad 19 agama Islam masuk daerah
penyebarannya meliputi batak selatan. Masyarakat Batak tidak pernah mengenal
Islam sebelum disebarkan oleh para pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha
dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan menikah dengan perempuan
Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatkan pemeluk Islam di
tengah-tengah masyarakat Batak. Pada masa perang Paderi di awal abad ke-19,
pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman
besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi
atas tanah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada
akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan. Kerajaan Aceh di utara, juga
banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara
Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir
Sumatera Timur.
Misionaris Kristen
Agama Kristen masuk sekitar tahun 1863 dan
penyebarannya meliputi batak utara. Pada tahun 1824, dua misionaris
baptis asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari
Sibolga menuju pedalaman Batak. Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di
dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari
penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan pengamatan langsung atas
kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834 kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman
dan Samuel Manson dari dewan komisaris Amerika untuk misi luar negeri.
Pada tahun 1850, dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner Van Der Tuuk
untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak-Belanda. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman
berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran
pengkristenan mereka.
Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun
1861 dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig
Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke
bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab
Perjanjian Lama diselesaikan oleh P.H. Johannsen pada tahun 1891. Teks
terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun1893. Menurut
H.O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku dan terdengar aneh
dalam bahasa Batak.
Masyarakat Toba dan Karo menyerap agama Kristen dengan cepat dan pada awal abad
ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya. Pada masa ini
merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang
Batak sudah tidak melakukan perlawanan lagi dengan pemerintahan colonial.
Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh orang-orang Batak Toba berakhir
pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII
wafat.
Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah
berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah
sekolah perawat memberikan pelatihan keperawatan kepada bidan-bidan disana.
Kemudian pada tahun 1941. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.
Aksara Suku Batak
Orang Batak adalah salah satu suku dari sedikit suku di Indonesia yang
memiliki aksara sendiri yaitu aksara Batak. Walaupun masing-masing sub suku
Batak juga memiliki jenis huruf yang berbeda-beda akan tetapi kemiripan
masing-masing huruf tersebut masih dapat dimengerti oleh masing-masing sub suku
lainnya. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Batak juga mememiliki kemiripan
antara satu sub suku dengan sub suku lainnya. Sehingga tidak mengherankan
apabila satu orang Batak dapat menguasai beberapa jenis bahasa Batak sekaligus.
Dari struktur penyusunan dan pengucapan bahasa, terdapat 2(dua) kelompok utama:
bahasa Toba serta logat Angkola dan Mandailing yang serumpun (kelompok bahasa
selatan); bahasa Karo, bersama logat Dairi dan Pakpak yang serumpun(kelompok
bahasa utara). Sedangkan bahasa yang dipakai di Simalungun merupakan perpaduan
kedua kelompok bahasa tersebut di atas. Dari keenam sub suku yang ada bahasa
Batak Toba adalah bahasa yang paling banyak digunakan. Dalam beberapa hasil
penelitian disebutkan bahwa bahasa maupun tulisan aksara Batak banyak mendapat
pengaruh dari India yaitu bahasa Sanskerta. Pengaruh tersebut diyakini masuk
melalui kebudayaan Hindu Jawa atau Hindu Sumatera. Sebagai contoh dalam bahasa
Batak Toba, purba diartikan sebagai arah mata angin utara demikian halnya dalam
bahasa sansekerta India. Entah dimana letak kebenarannya, apakah orang Batak
adalah penerus dari orang India yang bermigarasi ke Tano Toba atau sebaliknya,
saat ini belum ada kesimpulan yang pasti untuk itu.
Aksara Batak Toba terbagi atas dua bagian besar yaitu suku kata dasar yang
dibentuk oleh penggalan suku-suku kata yang diakhiri dengan huruf vokal a,
misalnya ha, ka, ba, pa, dll. Kelompok huruf seperti ini dikenal sebagai ina ni
surat atau indung surat. Kelompok huruf lainya disebut sebagai anak ni surat
yaitu imbuhan yang membentuk penggalan suku kata gabungan yang tidak terdapat
pada suku kata dasar seperti e, i, u, o, eng, ing, ang, ung, ong,dll. Dalam penulisan
aksara Batak Toba terdapat aturan-aturan yang menggabungkan antara ina ni surat
dan anak ni surat sehingga membentuk sebuah kata dan kalimat yang memiliki
arti. Secara umum pembagian ini juga ada dalam aksara sub suku Batak lainnya.
Dalam bidang satra, dapat ditemukan beberapa jenis hasil karya sastra yang
berkembang dalam masyarakat Batak Toba, diantaranya adalah mitos, sajak,
mantera-mantera, doa dukun (tonggo-tonggo),pantun nasihat/umpasa-umpasa,
senandung/ andung-andung serta teka-taki/huling-hulingan atau hutinsa serta
beragam turi-turian/ cerita rakyat. Dari sekian banyak mitos dan turi-turian/
cerita rakyat yang berkembang di masyarakat, kisah yang paling banyak dikenal
adalah kisah penciptaan manusia pertama yang diyakini berasal dari turunan
Debata Mulajadi Na Bolon. Dikisahkan Debata Mulajadi Na Bolon adalah dewa
tertinggi dalam mitologi Batak. Bersama dengan dewa-dewi lainnya ia menciptakan
tiga tingkat dunia yaitu Banua Ginjang, Banua Tonga, dan Banua Toru. Istrinya
yang bernama Manuk Patiaraja melahirkan tiga butir telur yang kemudian menetas
menjadi 3 orang anak Debata Mulajadi Na Bolon yaitu Batara Guru, Soripada, dan
Mangala Bulan. Batara Guru berkedudukan di Banua Ginjang. Soripada berkedudukan
di Banua Tonga dan Mangala Bulan berkedudukan di Banua Toru. Ketiganya dikenal
sebagai kesatuan dengan nama Debata Sitolu Sada (Tiga Dewa Dalam Satu) atau
Debata Na Tolu (Tiga Dewata). Dikisahkan pula Debata Mulajadi Na Bolon kemudian
mengirimkan putrinya Tapionda ke bumi tepatnya ke kaki Gunung Pusuk Buhit.
Tapionda kemudian menjadi ibu raja yang pertama di tanah Batak yaitu si Raja
Batak. Ini adalah salah satu mitos yang dipercayai oleh orang Batak dari sekian
banyak mitos yang diturunkan oleh nenek moyang orang Batak kepada para
penerusnya.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kata atau istilah debata berasal
dari bahasa Sansekerta (India) yang mengalami penyesuaian dialek Batak. Karena
dalam dialek Batak tidak mengenal huruf c, y, dan w sehingga dewata berubah
menjadi debata atau nama Carles dipanggil Sarles, hancit (sakit) dipanggil
menjadi hansit.
Dari pengamatan penulis, setiap kata atau istilah Sansekerta yang memiliki
huruf w, kalau masuk ke dalam Bahasa Batak akan diganti menjadi huruf b, atau
huruf yang lain.
Istilah-istilah Sansekerta yang diserap dalam bahasa Batak:
· Purwa ; Prba ; Timur
· Wajawia ; Manabia ; Barat Laut
· Wamsa ; Bangso ; Bangsa
· Pratiwi ; Portibi ; Pertiwi
· Swara ; Soara ; Suara
· Swarga ; Surgo ; Surga
· Tiwra ; Simbora ; Perak
Salam Khas Batak
Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing
masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua
salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah.
Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing- masing berdasarkan puak yang
menggunakannya. Berikut ini beberapa contoh salam khas Batak:
1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!”
3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”
4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur
Matua Bulung!”
Adat istiadat dan kesenian
a. Adat
Adat adalah bagian dari pada Kebudayaan, berbicara
kebudayaan dari suatu bangsa atau suku bangsa maka adat kebiasaan suku
bangsa tersebut yang akan menjadi perhatian, atau dengan katalain bahwa adat
lah yang menonjol didalam mempelajari atau mengetahui kebudayaan satu
suku bangsa, meskipun aspek lain tidak kalah penting nya seperti
kepercayaan, keseniaan,kesusasteraan dan lain-lain .
Dahulu kala
keseluruhan aspek kehidupan orang Batak diatur oleh dan didalam
adat.Gunanyaialah untuk menciptakan keterarturan didalam masyarakat.Kegiatan
sehari-hari didalamhubungan sesama orang Batak selalu diukur dan diatur
berdasarkan adat.
Namun keterbukaan
akan suku bangsa lain dan membawa budayanya misalnya melalui asimilasidan
akulturasi (proses percampuran dua budaya atau lebih) , dan agama yang melarang
untuk terlibat dalam adat mempengaruhi sikap pada adat dan tradisi membuat
cenderung semakingoyang. Artinya muncul sikap tidak lagi membutuhkan adat
istiadat warisan nenek moyang,meskipun masih banyak yang mematuhi dan
melaksana-kan adat bahkan dibeberapa suku Batak masih membutuhkannya
didalam pengaturan masyarakat, dan kenyataan dapat diharapkansebagai suatu alat
pemeliharaan moral.
1. Adat Inti,adalah seluruh kehidupan
yang terjadi (in illo tempore) pada permulaan penciptaandunia oleh Dewata
Mulajadi Na Bolon. Sifat adat ini konservatif (tidak berubah).
2. Adat Na taradat,adat yang secara
nyata dimiliki oleh kelompok desa, negeri, persekutuanagama, maupun masyarakat.
Ciri adat ini adalah praktis dan flexibel, setia pada adat inti atau tradisi
nenek moyang. Adat ini juga selalu akomodatif dan lugas menerima unsur dari
luar,setelah disesuaikan dengan tuntunan adat yang asalnya dari Dewata.
3. Adat Na niadathon, yaitu segala adat
yang sama sekalibaru dan menolak adat inti dan adat nataradat, adat na
diadatkan ini merupakan adat yang menolak kepercayaan hubungan adat
denganTuhan, bahkan merupakan konsep agama baru (Kristen, Islam dll)yang
dipandang sebagai adat,yang justru bertentangan dengan agama asli Batak atau
tradisi nenek moyang. (Sinaga 1983).
Berdasarkan
ketiga tingkatan adat tersebut diatas.Adat yang sekarang dilakoni orang
Batak adalah Adat tingkat kedua.Namun dibeberapa bagaian kelompok Batak
sudah mendekati tingkat ketiga.Meskipun ini terjadi sadar atau tidak sadar
dilakukan.
Oleh karena itu Adat kebiasaan atau “Adat Batak”,
sesuatu yang sangat penting didalam kehidupan bermasyarakat bagi suku Batak
maka perlu dikhayati maka petuah petuah dibawahini:
Adat do ugari, Sinihathon ni mulajadi. Siradotan manipat ari,
salaon di si ulubalang arai.Ia adat ido ugari, Ale guru saingganon. Radotan
manipat ari, Salaon di ahason.´
Artinya: Adat ialah aturan, ditetapkan oleh Tuhan yang
dituruti sepanjang hari tampak dalamkehidupan.
Maksudnya: bahwa Adat itu adalah hukum tidak tertulis yang di siratkan oleh
Tuhan yang MahaKuasa kepada nenek moyang terdahulu sehingga merupakan suatu
ikatan bagi yangmenganutnya.
Jikalau adat itu sudah merupakan hukum maka sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum akan berlaku kepadanya, seperti pelanggaran
terhadap adat tersebut maka akan dikenakan sanksi adatkepada sipelanggar sesuai
dengan aturan main, seperti hukum acaranya.
Namun karena
adat Batak itu tidak tertulis karena dia merupakan adat kebiasaan yang
turun-temurun. Dan keputusannya tidak tertulis atau ter arsip namun jika
eksekusi telah terlaksana akan bergulir kesegala penjuru dan diwariskan
turun temurun hasil keputusan adat sehingga terkadangmerupakan pengikat yang
kuat atas keputusan adat tersebut.yang terasa terasa sampai kini .
Jadi adat
adalah aturan hukum yang mengatur kehidupan manusia sehingga bisa
menciptakanketerarturan, ketentraman dan keharmonisan, dan adat ditrapkan
didalam kehidupan sehari-harioleh orang Batak, terutama didalam sistem
kekarabatan dengan pedoman prinsip Dalihan Natolu,disamping aturan adat yang
lain.
Adat salah satu dari budaya, dan penguraian
tentang adat sangat komplek, karena didalam semuaaspek kehidupan bermasyarakat
orang Batak selalu terikat didalam tata cara yang telah diatur sejak nenek
moyang orang Batak, oleh karena itu ukuran terhormat suatu keluarga selalu
diukur dari kemampuan keluarga tersebut mengimplementasi-kannya (adat)
didalam bermasyarakat.
Namun suatu hal yang tidak dapat dimungkiri bahwa
perilaku pelaksanaan adat (budaya) Batak sudah banyak disusupi dengan
unsur-unsur dari luar termasuk pengaruh dari Agama yang banyak merobah
pola berpikir suku bangsa Batak.Meskipun demikian pada saat-saat situasi
sulit umumnya masyarakat tradisional akan kembali pada nilai-nilai budaya
Tradisional, hal ini nampak jelas pada suku Batak, bagai manapun ketat aturan
yang dikeluarkan gereja dalam pelaksanaan adat, sadar atau tidak sadar
pelaksanaan adat tradisional dilakukan juga, seperti margondang dengan Gondang
sabangunan (bukan dengan alat musik modern).
Sistem Kesenian
Seni Tari khas
Suku Batak yaitu: Tari Tor-Tor (bersifat magis), Tari Serampang dua belas
(bersifat hiburan). Alat musik khas Suku Batak yaitu: Musik gondang.
Orang Batak
dikenal dengan sebagai masyarakat pecinta seni dan musik. Hampir semua sub suku
memiliki jenis kesenian yang unik dan berbeda dari sub suku lainnya. Kesenian
orang Batak Toba sendiri cukup beragam mulai dari tarian, alat musik dan
jenis-jenis nyanian. Tarian yang menjadi ciri khas orang Batak Toba adalah tari
Tor-tor dengan berbagai jenis nama tari untuk berbagai jenis kegiatan yang
berbeda-beda. Tor-tor atau tari-menari merupakan salah satu kebudayaan Batak
yang tertua.Dahulu kala seni tari-menari duhubungkan dengan kepercayaan
animisme yang dapat mendatangkan kuasa-kuasa magis.Acara tari-menari diadakan
untuk memohon kemenangan, kesehatan, dan kehidupan sejahtera kepada
dewa-dewa.Acara tari-menari juga diadakan bilamana ada orang yang lahir, akil
balig dan diterima sebagai anggota suku, pada saat menikah, dan pada waktu
sudah mati.Namun sekarang tarian tersebut tidak lagi bersifat animisme, tetapi
lebih dimaksudkan untuk mempererat hubungan kekerabatan dalam Dalihan Na Tolu.
· Tari Tor-Tor Khas Suku Batak
Tor-tor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan musik
gondang. Walaupun secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih
dari gerakan-gerakannya menunjukkan tor-tor adalah sebuah media komunikasi,
dimana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan
upacara.Tor-tor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan.
Seni tari Batak pada zaman dahulu merupakan sarana utama pelaksanaan upacara
ritual keagamaan. Juga menari dilakukan juga dalam acara gembira seperti
sehabis panen, perkawinan, yang waktu itu masih bernapaskan mistik
(kesurupan).Acara pesta adat yang membunyikan gondang sabangunan (dengan
perangkat musik yang lengkap), erat hubungannya dengan pemujaan para Dewa dan
roh-roh nenek moyang (leluhur) pada zaman dahulu.Tetapi itu dapat dilaksanakan
dengan mengikuti tata cara dan persyaratan tertentu.umpamanya sebelum acara
dilakukan terbuka terlebih dahulu tuan rumah (hasuhutan) melakukan acara khusus
yang dinamakna Tua ni Gondang, sehingga berkat dari gondang sabangunan. Dalam
pelaksanaan tarian tersebut salah seorang dari hasuhutan (yang mempunyai hajat
)akan meminta permintaan kepada penabuh gondang dengan kata-kata yang sopan dan
santun sebagai berikut:
“Amang pardoal pargonci…….
“Alu-aluhon ma jolo tu omputa Debata Mulajadi Nabolon, na Jumadihon nasa
adong, na jumadihon manisia dohot sude isi ni portibion.”
“Alu-aluhon ma muse tu sumangot ni omputa sijolo-jolo tubu, sumangot ni omputa
paisada, omputa paidua, sahat tu papituhon.”
“Alu-aluhon ma jolo tu sahala ni angka amanta raja na liat nalolo.”
Setiap selesai satu permintaan selalu diselingi
dengan pukulan gondang dengan ritme tertentu dalam beberapa saat. Setelah
ketiga permintaan atau seruan tersebut dilaksanakan dengan baik maka barisan
keluarga suhut yang telah siap manortor (menari) mengatur susunan tempat
berdirinya untuk memulai menari. Kembali juru bicara dari hasuhutan memintak
jenis gondang, satu persatu jenis lagu gondang, ( ada 7 jenis lagu Gondang)
yang harus dilakukan Hasuhutan untuk mendapatkan (tua ni gondang). Para
melakukan tarian dengan semangat dan sukacita. Adapun jenis permintaan jenis
lagu yang akan dibunyikan adalah seperti : permohonan kepada Dewa dan pada ro-roh
leluhur agar keluarga suhut yang mengadakan acara diberi keselamatan
kesejahteraan, kebahagiaan, dan rezeki yang berlimpah ruah, dan upacara adat
yang akan dilaksanakan menjadi sumber berkat bagi suhut dan seluruh keluarga,
serta para undangan.Sedangkan gondang terakhir yang dimohonkan adalah gondang
hasahatan. Didalam Menari banyak pantangan yang tidak diperbolehkan, seperti
tangan sipenari tidak boleh melewati batas setinggi bahu keatas, bila itu
dilakukan berarti sipenari sudah siap menantang siapapun dalam bidang ilmu
perdukunan, atau adu pencak silat, atau adu tenaga batin dan lain lain. Selain
menari orang Batak juga sangat senang menyanyi, baik secara perorangan, maupun
berkelompok. Lagu-lagu yang dinyanyikan bercerita tentang pemujaan terhadap
kampung halaman, keindahan negeri dan panorama yang indah permai. Sedangkan
andung atau ratapan adalah salah satu jenis nyanyian yang secara khusus
dinyanyikan pada acara dukacita atau menggambarkan suasana hati yang sedang
berduka dan sedih. Sebagai contoh,alat musik Batak Toba yang digunakan untuk
mengiringi tarian tor-tor dan nyanyian juga beranekaragam. Alat musik ini ada
yang terbuat dari bahan perunggu, kulit, kayu, dan bambu. Alat musik berbahan
perunggu seperti ogung atau gong. Ogung merupakan instrumen 4 jenis gendang
yang berlainan bunyi/nada, yaitu oloan, ihutan, doal, dan panggora. Sedangkan
alat musik dari bahan kulit, kayu dan bambu meliputi tagading, hesek, hasapi
(kecapi), saga-saga, garantung, suling (seruling), sordam dan salohat. Alat musik
tagading merupakan seperangkat instrumen yang terdiri dari 1 gondang sebagai
bas, 1 odap-odap dan 5 tagading. Orang Batak Toba juga membedakan peralatan
musik ini dalam dua golongan besar yaitu Gondang Bolon (terdiri dari
gordang(gendang besar), taganing(gendang ukuran sedang) dengan lima lempeng
kayu, odap-odap(gendang kecil) yang kadang-kadang diganti dengan lempengan
logam, gong dari tembaga ditambah empat gong perunggu, dan sarune(seruling))
dan Gondang Hasapi (terdiri dari 2 buah hasapi, sarune kecil, suling(seruling),
garantung(bumbung kecil) dengan lima lempeng kayu sebagai pengganti taganing).
· Alat Musik Margondang Khas Suku Batak
1. Margondang Pada Masa Purba
Yang dimaksud dengan Masa purba adalah masa dimana sebelum masuknya
pengaruh agama Kristen ketanah batak, dimana pada saat itu masih menganut
aliran kepercayaan yang bersifat polytheisme.Pada masa purba penggunaan gondang
dalam konteks hiburan maupun pertunjukan belum didapati masyarakat . Keseluruhan
kegiatan di tujukan untuk upacara adat maupun upacara religi yang bersifat
sakral. Oleh karena itu upacara margondang pada masa purba dapat dibagi dalam 2
bagian yaitu:
1) Margondang adat, yaitu
suatu upacara yang menyertakan gondang, merupakan akualisasi dari aturan-aturan
yang dibiasakan dalam hubungan manusia dan manusia (hubungan horizontal),
misalnya : gondang anak tubu (upacara anak yang baru lahir), gondang manape
goar (upacara pemberian nama/ gelar boru kepada seseorang), gondang pagolihan
anak (mengawinkan anak), gondang mangompoi huta (peresmian perkampungan baru),
gondang saur matua (upacara kematian orang yang sudah beranak cucu) dan
sebagainya.
2) Margondang religi, yaitu upacara yang menyertakan gondang, merupakan
akualisasi dari suatu kepercayaan tau keyakinan yang dianut dalam hubungan
manusia dengan tuhan-nya atau yang disembahnya (hubungan vertikal), misalnya :
gondang saem (upacara untuk meminta rejeki), gondang mamele, (upacara pemberian
sesajen kepada roh), gordang papurpur sapata (upacara pembersihan tubuh/ buang
sial) dan sebagainya.
Walaupun upacara margondang masa purba dibagi ke
dalam dua bagian, namun hubungan dengan adat dan religi dalam suatu upacara
selalu kelihatan dengan jelas. Hal tersebut dapat dilihat dari tata cara yang
dilakukan pada setiap upacara adat yang selalu menyertakan unsur religi dan
juga sebaiknya pada setiap upacara religi yang selalu menyertakan unsur adat.
Unsur religi yang terdapat dalam upacara adat dapat dilihat dari beberapa aspek
yang mendukung upacara tersebut, misalnya : penyertaan gondang, dimana dalam
setiap pelaksanaan gondang selalu diawali dengan membuat tua ni gondang (
memainkan inti dari gondang), yaitu semacam upacara semacam meminta izin kepada
mulajadi nabolon dan juga kepada dewa-dewa yang dianggap sebagai pemilik
gondang tersebut. Sedangkan unsur adat yang terdapat dalam upacara religi dapat
dilihat dari unsur dalihan na tolu yang selalu disertakan dalam pada setiap
upacara. Menurut Manik, bahwa pada mulanya agama dan adat etnik Batak Toba
mempunyai hubungan yang erat, sehingga tiap upacara adat sedikit banyaknya
bersifat keagamaan dan tiap upacara agama sedikit banyaknya diatur oleh adat
(1977: 69).
Walaupun hubungan dari kedua adat dan religi
selalu kelihatan jelas dalam pelaksanaan suatu upacara, perbedaaan dari kedua
upacara tersebut dapat dilihat dari tujuan utama suatu upacara dilaksanakan.
Apabila suatu upacara dilaksanakan untuk hubungan manusia yang disembahnya,
maka upacara tersebut di klasifikasikan kedalam upacara religi. Apabila suatu
upacara dilakukan untuk hubungan manusia dengan manusia, maka upacara tersebut
dapat di klasifikasikan ke dalam upacara adat.
2. Margondang pada Zaman Sekarang
Margondang pada masa sekarang merupakan
perkembangan dari cara berpikir masyarakat setelah pengaruh gereja sudah sangat
kuat pada masyarakat Batak Toba.Dalam ajaran Kristiani, gereja hanya mengakui
satu Tuhan yang harus disembah yaitu Tuhan Yesus Kristus, apabila ada anggota
gereja masih melakukan penyembahan terhadap roh roh nenek moyang dan
kepercayaan mereka yang lama, maka orang tersebut aka dikeluarkan dari anggota
gereja tersebut. Oleh karena itu,muncul beberapa masalah yang bersifat
problematic tentang penggunaan gondang batak dalam kegiatan adat maupun
keagamaan .
Di satu pihak orang Batak ingin mempraktikkan dan
menghayati gondang itu menurut visi dan tradisi yang sudah sangat mendarah
daging, dilain sisi ada kelompok yang menolak gondang untuk dipergunakan dalam
upacara adat maupun keagamaan, karena mereka melihat unsur-unsur animism pada
gondang tersebut , ada ketakutan mereka mempelajari sejarah batak dan
menghidupi unsur-unsur kebudayaannya. Ketakutan ini timbul karena adanya
predikat yang kurang baik sepeti kafir, kolot da tuduhan lain yang diberikan
penganut kebudayaan tersebut. Pada bagian yang lain ada juga kelompok agama
tradisional pada masyarakat Batak Toba yang menentang ajaran Kristen.
· Konsep
Margondang pada masa sekarang dapat dibagidalam tiga bagian besar, yaitu :
a) Margondang
pesta, suatu kegiatan yang menyertakan gondang dan merupakan suatu ungkapan
kegembiraan dalam konteks hibuan atau seni pertunjukkan, misalnya : gondang
pembangunan gereja, gondang naposo, gondang mangompoi jabu (memasuki rumah)
dsb.
b) Margondang
adat, suatu kegiatan yang menyertakan gondang, merupakan aktualisasi dari
system kekerabatan dalihan na tolu, misalnya : gondang mamampe marga (pemberian
marga), gondang pangolin anak (perkawinan), gondang saur matua (kematian),
kepada orang diluar suku Batak Toba, dsb.
c) Margondang
Religi, upacara ini pada saat sekarang hanya dilakukan oleh organisasi
agamaniah yang masih berdasar kepada kepercayaan batak purba. Misalnya
parmalim, parbaringin, parhudamdam Siraja Batak. Konsep adat dan religi pada
setiap pelaksanaan upacara oleh kelompok ini masih mempunyai hubungan yang
sangat erat karena titik tolak kepercayaan mereka adalah mulajadi na bolon dan
segala kegiatan yang berhubungan dengan adat serta hukuman dalam kehidupan
sehari-hari adalah berdasarkan tata aturan yang dititahkan oleh Raja
Sisingamangaraja XII yang diaggap sebagai wakil mulajadi na bolon.
Bila ada kesalahan dan Kekurangan nya, Mohon Kritik dan saran nya untuk kedepan nya lebih baik lagi.
HORAS!!!
Comments
Post a Comment